Menikmati Pantat Pembantuku Yang Montok
12 mins read

Menikmati Pantat Pembantuku Yang Montok

Gairah Dewasa – Namaku Willy, umurku yang sudah menginjak kepala tiga saat ini sudah beristri dan mempunyai 3 orang anak aku tinggal di pinggiran kota Jakarta, orangtuaku tinggal di perumahan yang elite tak jauh dari rumahku, bisa dibilang bercukupan sehingga dia bisa mempekerjakan seorang pembantu dirumahnya, lha didalam cerita ini pembantu itu pemeran utama dalam ceritaku. Simak cerita berikut ini.

Menikmati Pantat Pembantuku Yang Montok

Bapakku baru dua bulan yang lalu meninggal dunia, jadi sekarang ibuku tinggal sendiri hanya ditemani Chaca, pembantunya yang sudah hampir 4 tahun bekerja disitu. Chaca berumur 26 tahun, dia masih belum bersuami.

Wajahnya tidak cantik, bahkan giginya agak tonggos sedikit, walaupun tidak bisa disebut jelek juga. Tapi yang menarik dari Chaca ini adalah bodynya, seksi sekali. Tinggi kira-kira 164 cm, dengan pinggul yang bulat dan dada berukuran 36. Kulitnya agak cokelat. Sering sekali aku memperhatikan kemolekan tubuh pembantu ibuku ini, sambil membandingkannya dengan tubuh isteriku yang sudah agak mekar.

Hari itu, karena kurang enak badan, aku pulang dari kantor jam 10.00 WIB, sampai di rumah, kudapati rumahku kosong. Rupanya isteriku pergi, sedang anak-anakku pasti sedang sekolah semua. Akupun mencoba ke rumah ibuku, yang hanya berjarak 5 menit berjalan kaki dari rumahku.

Baca Juga : Pengalamanku Dengan Berbagai Wanita

Biasanya kalau tidak ada di rumah, isteriku sering main ke rumah ibuku, entah untuk sekedar ngobrol dengan ibuku atau membantu beliau kalau sedang sibuk apa saja.

Sampai di rumah ibuku, ternyata disanapun kosong, cuma ada Chaca, sedang memasak.

Kutanya Chaca, “Cha, Bu Rosa (nama isteriku) kesini nggak?”

“Iya Pak, tadi kesini, tapi terus sama temannya” jawab Chaca.

“Terus Ibu Tina (Ibuku) kemana?” Tanyaku lagi.

“Tadi dijemput Bu Vera (Adikku) diajak ke sekolah Ogi (keponakanku)”

“Oooh” sahutku pendek.

“Masak apa Cha? tanyaku sambil mendekat ke dapur, dan seperti biasa, mataku langsung melihat tonjolan pinggul dan pantatnya juga dadanya yang aduhai itu.

“Ini Pak, sayur sop”

Rupanya dia ngerasa juga kalau aku sedang memperhatikan pantat dan dadanya.

“Pak Willy ngeliatin apa sih” Tanya Chaca.

Karena selama ini aku sering juga bercanda sama dia, akupun menjawab,

“Ngeliatin pantat kamu Cha. Kok bisa seksi begitu sih Cha?”

“Iiih Bapak, kan Ibu Rosa juga pantatnya gede”

“Iya sih, tapi kan lain sama pantat kamu Cha”

“Lain gimana sih Pak?” tanya Chaca, sambil matanya melirik kearahku.

Aku yakin, saat itu memang Chaca sedang memancingku untuk kearah yang lebih hot lagi.

Merasa mendapat angin, akupun menjawab lagi, “Iya, kalo Bu Rosa kan cuma menang gede, tapi tepos”

“Terus, kalo saya gimana Pak?” Tanyanya sambil melirik genit.

Kurang ajar, pikirku. Lirikannya langsung membuat tititku berdiri.

Langsung aku berjalan kearahnya, berdiri di belakang Chaca yang masih mengaduk ramuan sop itu di kompor.

“Kalo kamu kan, pinggulnya gede, bulat dan kayaknya masih kencang”, jawabku sambil tanganku meraba pinggulnya.

“Idih Bapak, emangnya saya motor bisa kencang” sahut Chaca, tapi tidak menolak saat tanganku meraba pinggulnya.

Mendengar itu, akupun yakin bahwa Chaca memang minta aku ‘apa-apain’.

Akupun maju sehingga tititku yang sudah berdiri dari tadi itu menempel di pantatnya.

Adduuhh, rasanya enak sekali karena Chaca memakai rok berwarna abu-abu (seperti rok anak SMU) yang terbuat dari bahan cukup tipis. Terasa sekali tititku yang keras itu menempel di belahan pantat Chaca yang, seperti kuduga, memang padat dan kencang.

“Apaan nih Pak, kok keras? tanya Chaca genit.

“Ini namanya sonny Cha, sodokan nikmat” sahutku.

Saat itu, rupanya sop yang dimasak sudah matang. Chaca pun mematikan kompor, dan dia bersandar ke dadaku, sehingga pantatnya terasa menekan tititku.

Aku tidak tahan lagi mendapat sambutan seperti ini, langsung tanganku ke depan, ku remas kedua buah dadanya. Alamaak, tanganku bertemu dengan dua bukit yang kenyal dan terasa hangat dibalik kaos dan branya.

Saat kuremas, Chaca sedikit menggelinjang dan mendesah, “Aaahh, Pak” sambil kepalanya ditolehkan kebelakang sehingga bibir kami dekat sekali. Kulihat matanya terpejam menikmati remasanku. Kukecup bibirnya (walaupun agak terganggu oleh giginya yang sedikit tonggos itu), dia membalas kecupanku.

Tak lama kemudian, kami saling berpagutan, lidah kami saling belit dalam gelora nafsu kami. TItitku yang tegang kutekantekankan ke pantatnya, menimbulkan sensasi luar biasa untukku (kuyakin juga untuk Chaca).

Sekitar lima menit, keturunkan tangan kiriku ke arah pahanya. Tanpa banyak kesukaran akupun menyentuh CDnya yang ternyata telah sedikit lembab di bagian memeknya.

Kusentuh memeknya dengan lembut dari balik CDnya, dia mengeluh kenikmatan, “Ssshh, aahh,

Pak Willy, paak.. jangan di dapur dong Pak”

Dan akupun menarik tangan Chaca, kuajak ke kamarnya, di bagian belakang rumah ibuku.

Sesampai di kamarnya, Chaca langsung memelukku dengan penuh nafsu, “Pak, Chaca sudah lama lho pengen ngerasain punya Bapak”

“Kok nggak bilang dari dulu Cha?” tanyaku sambil membuka kaos dan roknya.

Dan.. akupun terpana melihat pemandangan menggairahkan di tubuh pembantu ibuku ini.

Kulitnya memang tidak putih, tapi mulus sekali. Buah dadanya besar tapi proporsional dengan tubuhnya. Sementara pinggang kecil dan pinggul besar ditambah bongkahan pantatnya bulat dan padat sekali. Rupanya Chaca tidak mau membuang waktu, diapun segera membuka kancing bajuku satu persatu, melepaskan bajuku dan segera melepaskan celana panjangku.

Sekarang kami berdua hanya mengenakan pakaian dalam saja, dia bra dan CD, sedangkan aku hanya CD saja. Kami berpelukan, dan kembali lidah kami berpagut dalam gairah yang lebih besar lagi.

Kurasakan kehangatan kulit tubuh Chaca meresap ke kulit tubuhku. Kemudian lidahku turun ke lehernya, kugigit kecil lehernya, dia menggelinjang sambil mengeluarkan desahan yang semakin menambah gairahku, “Aahh, Bapak”.

Tanganku melepas kait branya, dan bebaslah kedua buah dada yang indah itu. Langsung kuciumi, kedua bukit kenyal itu bergantian. Kemudian kujilati pentil Chaca yang berwarna coklat, terasa padat dan kenyal (Beda sekali dengan buah dada isteriku), lalu kugigit-gigit kecil pentilnya dan lidahku membuat gerakan memutar disekitar pentilnya yang langsung mengeras.

Kurebahkan Chaca ditempat tidurnya, dan kulepaskan CDnya. Kembali aku tertegun melihat keindahan kemaluan Chaca yang dimataku saat itu, sangat indah dan menggairahkan. Bulunya tidak terlalu banyak, tersusun rapi dan yang paling mencolok adalah kemontokan vagina Chaca.

Kedua belah bibir vaginanya sangat tebal, sehingga klitorisnya agak tertutup oleh daging bibir tersebut. Warnanya kemerahan.

“Pak, jangan diliatin aja dong, Chaca kan malu” Kata Chaca.

Aku sudah tidak mempunyai daya untuk bicara lagi, melainkan kutundukkan kepalaku dan bibirkupun menyentuh vagina Chaca yang walaupun kakinya dibuka lebar, tapi tetap terlihat rapat, karena ketebalan bibir vaginanya itu. Chaca menggelinjang, menikmati sentuhan bibirku di klitnya.

Kutarik kepalaku sedikit kebelakang agar bisa melihat vagina yang sangat indah ini.

“Cha, memek kamu indah sekali, sayang”

“Pak Willy suka sama memek Chaca? tanya Chaca.

“Iya sayang, memek kamu indah dan seksi, baunya juga enak” jawabku sambil kembali mencium dan menghirup aroma dari vagina Chaca.

“Mulai sekarang, memek Chaca cuma untuk Pak Willy Kata Chaca.

“Pak Willy mau kan?”

“Siapa sih yang nggak mau memek kayak gini Cha?” tanyaku sambil menjilatkan lidahku ke vaginanya kembali.

Chaca terlihat sangat menikmati jilatanku di klitorisnya. Apalagi saat kugigit klitorisnya dengan lembut, lalu lidahku ku masukkan ke liang kenikmatannya, dan sesekali kusapukan lidahku ke lubang anusnya.

“Oooh, sshshh, aahh.. Pak Willy, enak sekali Pak. Terusin ya Pak Willy sayang”

Sepuluh menit, kulakukan kegiatan ini, sampai dia menekan kepalaku dengan kuat ke vaginanya, sehingga aku sulit bernafas”Pak Willy.. aahh, Chaca nggak kuat Pak.. sshh”Kurasakan kedua paha Chaca menjepit kepalaku bersamaan dengan itu, kurasakan vagina Chaca menjadi semakin basah.

Chaca sudah mencapai orgasme yang pertama. Chaca masih menghentak-hentakkan vaginanya kemulutku, sementara air maninya meleleh keluar dari vaginanya. Kuhirup cairan kenikmatan Chaca sampai kering. Dia terlihat puas sekali, matanya menatapku dengan penuh rasa terima kasih. Aku senang sekali melihat dia mencapai kepuasan.

Tak lama kemudian dia bangkit sambil meraih kemaluanku yang masih berdiri tegak seperti menantang dunia. Dia memasukkan kemaluanku kedalam mulutnya, dan mulai menjilati kepala kemaluanku. Ooouugh, nikmatnya, ternyata Chaca sangat memainkan lidahnya, kurasakan sensasi yang sangat dahsyat saat giginya yang agak tonggos itu mengenai batang kemaluanku.

Agak sakit tapi justru sangat nikmat. Chaca terus mengulum kemaluanku, yang semakin lama semakin membengkak itu. Tangannya tidak tinggal diam, dikocoknya batang kemaluanku, sambil lidah dan mulutnya masih terus mengirimkan getaran-getaran yang menggairahkan di sekujur batang kemaluanku.

“Pak Willy, Chaca masukin sekarang ya Pak?” pinta Chaca.

Aku mengangguk, dan dia langsung berdiri mengangkangiku tepat di atas kemaluanku. Digenggamnya batang kemaluanku, lalu diturunkannya pantatnya. Di bibir vaginanya, dia menggosok-gosokkan kepala kemaluanku, yang otomatis menyentuh klitorisnya juga.

Kemudian dia arahkan kemaluanku ke tengah lobang vaginanya. Dia turunkan pantatnya, dan.. slleepp.. sepertiga kemaluanku sudah tertanam di vaginanya. Chaca memejamkan matanya, dan menikmati penetrasi kemaluanku.

Aku merasakan jepitan yang sangat erat dalam kemaluan Chaca. Aku harus berjuang keras untuk memasukkan seluruh kemaluanku ke dalam kehangatan dan kelembaban vagina Chaca. Ketika kutekan agak keras, Chaca sedikit meringis.

Sambil membuka matanya, dia berkata, “Pelan dong Pak Willy, sakit nih, tapi enak banget”. Dia menggoyangkan pinggulnya sedikit-sedikit, sampai akhirnya seluruh kemaluanku lenyap ditelan keindahan vaginanya.

Kami terdiam dulu, Chaca menarik nafas lega setelah seluruh kemaluanku ‘ditelan’ vaginanya. Dia terlihat konsentrasi, dan tiba-tiba.. aku merasa kemaluanku seperti disedot oleh suatu tenaga yang tidak terlihat, tapi sangat terasa dan enaak sekali.

Ruaar Biasaa! Kemaluan Chaca menyedot kemaluanku!

Belum sempat aku berkomentar tentang betapa enaknya vaginanya, Chacapun mulai membuat gerakan memutar pinggulnya. Mula-mula perlahan, semakin lama semakin cepat dan lincah gerakan Chaca. Waw.. kurasakan kepalaku hilang, saat dia ‘mengulek’ kemaluanku di dalam vaginanya.

Chaca merebahkan badannya sambil tetap memutar pinggulnya. Buah dadanya yangbesar menekan dadaku, dan.. astaga.. sedotan vaginanya semakin kuat, membuat aku hampir tidak bertahan.

Aku tidak mau orgasme dulu, aku ingin menikmati dulu vagina Chaca yang ternyata ada ‘empot ayamnya’ ini lebih lama lagi. Maka, kudorong tubuh Chaca ke atas, sambil kusuruh lepas dulu, dengan alasan aku mau ganti posisi. Padahal aku takut ‘kalah’ sama dia.

Lalu kusuruh Chaca tidur terlentang, dan langsung kuarahkan kemaluanku ke vaginanya yang sudah siap menanti ‘kekasihnya’. Walaupun masih agak sempit, tapi karena sudah banyak pelumasnya, lebih mudah kali ini kemaluanku menerobos lembah kenikmatan Chaca.

Kumainkan pantatku turun naik, sehingga tititku keluar masuk di lorong sempit Chaca yang sangat indah itu.

Dan, sekali lagi akupun merasakan sedotan yang fantastis dari vagina Chaca.

Setelah 15 menit kami melakukan gerakan sinkron yang sangat nikmat ini, aku mulai merasakan kedutan-kedutan di kepala tititku.

“Cha, aku udah nggak kuat nih, mau keluar, sayang”, kataku pada Chaca.

“Iya Pak, Chaca juga udah mau keluar lagi nih. Oohh, sshh, aahh.. bareng ya Pak Willy.., cepetin dong genjotannya Pak” pinta Chaca.

Akupun mempercepat genjotanku pada lobang vagina Chaca yang luar biasa itu, Chaca mengimbanginya dengan ‘mengulek’ pantatnya dengan gerakan memutar yang sangat erotis, ditambah dengan sedotan alami didalam vaginanya. Akhirnya aku tidak dapat bertahan lebih lama lagi, sambil mengerang panjang, tubuhku mengejang.

“Cha, hh.. hh, aku keluar sayaang”

Muncratlah air maniku ke dalam vaginanya. Di saat bersamaan, Chaca pun mengejang sambil memeluk erat tubuhku.

“Pak Irwaan, Chaca juga keluar paakk, sshh, aahh”.

Aku terkulai di atas tubuh Chaca. Chaca masih memeluk tubuhku dengan erat, sesekali pantatnya mengejang, masih merasakan kenikmatan yang tidak ada taranya itu. Nafas kami memburu, keringat tak terhitung lagi banyaknya. Kami berciuman.

“Cha, terima kasih yaa, memek kamu enak sekali” Kataku.

“Pak Willy suka memek Chaca?”

“Suka banget Cha, abis ada empot ayamnya sih” jawabku sambil mencium bibirnya.

Kembali kami berpagutan.

“Dibandingin sama Bu Rosa, enakan mana Pak?” pancing Chaca.

“Jauh lebih enak kamu sayang”

Chaca tersenyum.

“Jadi, Pak Willy mau lagi dong sama Chaca lain kali. Chaca sayang sama Pak Willy”

Aku tidak menjawab, hanya tersenyum dan memeluk Chaca. Pembantu ibuku yang sekarang jadi kekasih gelapku.

TAMAT

One thought on “Menikmati Pantat Pembantuku Yang Montok

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *