Kakak Kandung Yang Menggoda
22 mins read

Kakak Kandung Yang Menggoda

Hubungan Sedarah – Berikut ini adalah kisah nyata gue waktu masih duduk di kelas 3 SMP. Yaitu pengalaman mesum dengan kakak kandung gue sendiri! Oh iya, perkenalkan nama gue Radit. Selamat menikmati.

Hari Jumat pukul 10 malam gue sedang asyik membaca buku stensilan di tempat tidur. Ditemani juga dengan majalah porno yang telah beberapa kali gue lihat bolak-balik. Maklumlah saat itu lagi musim-musimnya buku–buku begituan. Sebagai anak normal dalam masa puber, gue sedang penasaran dengan segala hal yang berbau porno. Buku-buku tersebut gue pinjam dari teman sekolah. Biasanya buku itu secara bergantian berputar tiap hari diantara teman-teman.

Baca Juga : Anak Baru Puber Belajar Bercinta

Lagi asyik-asyiknya membaca, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Kemudian muncul kakak kandung gue satu-satunya. Namanya Kak Dinda, begitu gue memanggilnya. Usia kami terpaut sekitar 6 tahun. Sekarang dia sedang kuliah di awal semester 5.

Tentu saja gue buru-buru menyembunyikan buku yang gue baca di bawah bantal sambil berharap Kak Dinda tidak mengetahui buku apa yang gue baca tadi.

“Dit… Anterin kakak beli nasi goreng yuk…” ajak Kak Dinda dengan nada manja.

“Males ah Kak…” jawabku singkat.

Beginilah kebiasaan Kak Dinda. Sering banget ngerasa lapar kalau sudah malam. Ujung-ujungnya gue disuruh mengantar dia ke depan buat beli nasi goreng, sate, pecel lele atau yang lainnya.

“Ayo dong Dit… Kakak Laper nih…” kata kakak gue yang kali ini dengan wajah memelas.

“Sendirian aja kenapa? Lagi males nih…” ucap gue yang tetap pada pendirian.

“Jangan gitu dong Dit… Beneran laper bangeeet…” lanjut kakak gue terus memaksa.

“Makanya Kak… Jangan biasain makan malem… Badan udah gemuk juga masih makan malem-malem! Lama-lama juga kayak si Atun noh…!” ledek gue.

“Ini bukan gemuk tahu Dit! Ini namanya seksi… Sok tau lu anak kecil…! Hehehe…” kilahnya.

Kakak gue ini memang tidak gemuk, meskipun dia juga tidak dapat dikatakan langsing. Tubuh Kak Dinda terbilang montok. Wajar aja sih kalo dia mengatakan dirinya seksi. Karena memang sangat menarik untuk dipandang.

“Ayo dong…” ajak Kak Dinda lagi sambil menarik lengan gue.

Karena gue memang lagi males. Gue bertahan aja di kasur. Tapi apa daya tarikan Kak Dinda membuat posisi tubuh gue bergerak. Dan apa yang gue takutkan dari tadi ternyata menjadi kenyataan.

“Wah… Buku apaan tuh Dit?” mata Kak Dinda tertuju ke buku porno yang tadi gue baca.

Ketika dia hendak mengambilnya gue buru-buru mengamankannya.

“Wah parah lu Dit…! Buku stensilan ya? Coba lihat sini…” pinta kakak gue.

“Apaan sih Kakak nih…!!” gue terus berusaha menyembunyikannya.

“Gue bilangin Mama lu…” ujar Kak Dinda mengancam.

“Bilang aja ke Mama…! Emang buku apaan ini? Orang komik kura-kura ninja…” jawab gue bohong.

“Jangan ngibul lu Dit…! Orang jelas-jelas ada gambar cewek telanjangnya gitu kok…!” ucap Kak Dinda yakin.

“Kura-kura ninja tahu…” gue masih saja terus berkelit.

“Bener ye kura-kura ninja? Gue bilangin Mama nih… Maaaah…!! Mmmhhh…!!!” teriak Kak Dinda yang langsung saja buru-buru gue bekap mulut mungilnya itu.

“Jahat banget sih Kakak…!!” semprot gue.

Kak Dinda terlihat berusaha membuka dekapan telapak tangan gue, hingga dia meronta-ronta.

“Awas…! Jangan bilang mama loh…” ancam gue.

Setelah dia menggangguk. Baru gue lepaskan perlahan tangan gue dari mulutnya.

“Janji lu Kak…” ucap gue lagi.

“Iya bawel…! Makanya kalo tadi lu mau nganterin Kakak kan nggak bakalan kejadian kayak begini…” kata kakak gue.

Perkataan kakak gue tadi memang ada benarnya. Maka sebagai upah tutup mulut, saat itu gue pun bersedia mengantarkannya membeli nasi goreng ke depan rumah. Namun dasar sial, setelah beli nasi goreng Kak Dinda malah menyantap nasi gorengnya di kamarku. Memang ada untungnya juga, gue jadi bisa ikut menikmati nasi goreng. Tapi kan lebih baik kalo Kak Dinda buru-buru pergi. Dan yang bikin kesal lagi, selagi makan Kak Dinda terus menginterogasi gue tentang buku itu.

Setelah acara makan selesai Kak Dinda malah memaksa ingin melihatnya “Coba dong liat buku yang tadi…”

“Eeeh… Anak cewek nggak boleh liat…!” ujar gue tegas.

“Yeee… Siapa bilang?” tanya kakak gue.

Dengan modal ancaman akan melaporkannya ke orangtua kami, akhirnya dengan terpaksa gue pun memberikannya. Kak Dinda sendiri lebih tertarik dengan majalah porno dibandingkan buku stensilan.

Dengan cueknya kami pun membuka buku tersebut bersama-sama di tempat tidur.

“Gila kontolnya nih bule gede banget…!”celetuk Kak Dinda.

“Ceweknya juga seksi loh Kak… Liat aja toketnya bagus banget kayak gitu…” aku menimpali.

Kak Dinda berlama-lama ketika ada gambar ngentot bareng-bareng. Satu cewek di keroyok lima cowok bule. Kontol-kontol bule itu masing-masing masuk ke memek, dubur dan mulut. Sementara dua kontol lagi di pegang oleh tangan kanan dan kiri cewek tersebut. Entahlah apa yang sedang ada di pikiran kakakku ini. Aku yang juga ikut menikmati gambar tersebut bersama sesekali melirik Kak Dinda. Tidak hanya ke arah wajahnya, namun juga bokong, badan dan payudaranya.

“Oh iya… Kontol lu berapa panjang Dit?” tanya Kak Dinda tiba-tiba.

“Gak pernah di ukur Kak…” jawabku yang tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu.

Namun kemudian gue bangkit dari tempat tidur lalu turun ke lantai dan mengambil penggaris di dalam tas sekolah yang tergatung di dinding. Setelah itu aku turunkan celana pendek serta celana dalam lalu segera mengukur kontolku.

“Waaah… Udah gila lu yeh…” Kak Dinda tampak kaget dengan aksi gue yang mengukur kontol di hadapannya.

“14 cm Kak…!” lapor gue sambil cengengesan.

“Ah… Masih kayak anak bocah… Hihihi…” kata Kak Dinda datar walaupun gue dapat melihat raut wajahnya yang cukup terkesima.

Setelah itu gue kembali ke pembaringan, namun dengan penampilan sedikit berbeda, yaitu memakai celana pendek namun tanpa menggunakan celana dalam lagi.

“Woi… Pake celana dalamnya dulu sana…” perintah kakak gue.

Aku tidak mau menuruti perkataannya. Bahkan kontol yang tidak juga mau turun itu gue tempelkan pada bokong Kak Dinda. Kini posisi gue sudah menindih Kak Dinda yang sedang tengkurap sambil membaca majalah.

“Eeeh…!! Dit gila lu…!! Lepasin…!! Lepasin gueeee…!!!!”

Gue tidak mempedulikan omongannya. Aku bahkan mulai menggesek-gesek kontol ke bokongnya yang memakai celana pendek super ketat. Sementara tangan gue meremas-remas payudara Kak Dinda dari belakang. Mulut gue kini ikut bergerilya ke bagian leher serta wajah Kak Dinda. Kakak gue terus berusaha memberontak. Namun ternyata tenaga gue lebih kuat hingga berhasil menguasainya.

Tangannya sudah gue pegang dengan erat, sambil kontol ini terus menggesek bokong bahenol kakak gue.

“Dit… Lepasin dong… Lepasiiiin…!! Gue teriaaak nih…” kakak gue terus menolak namun kali ini dengan tenaga yang sudah hampir habis.

“Jangan dong Kak Dinda… Gue kan cuma udah lama penasaran pengen ngerasain yang kayak gini…” jawab gue sambil terus meraba-raba tubuh seksi Kak Dinda.

“Radit… Pleaseee… Ja-jangan entot Kakak… Inget dong gue kan kakak kandung lu Dit…” mohon kakak gue.

Mendengar perkataannya, gue lalu meyakinkan Kak Dinda, bahwa gue tidak akan ngentot memeknya. Gue hanya ingin mengesek-gesekkan kontol supaya bisa orgasme. Rupanya Kak Dinda mengerti dengan keinginan gue tadi. Dia pun membiarkan tubuhnya jadi objek birahi gue. bahkan ketika gue mengangkat kaos dan membongkar bra miliknya, dia tidak menolak lagi.

Namun penolakan baru terjadi ketika gue berusaha membuka celananya.

“Jangan dong… Entar ketauan Mama sama Papa…” kata Kak Dinda.

“Aaah… Palingan mereka udah pada ketiduran abis maen…” ucap gue spontan.

“Sok tau deh lu…!” kata kakak gue.

“Beneran kok…! Mama sama Papa kalo maen hot banget deh Kak…” terang gue.

“Emangnya lu tau?” selidik Kak Dinda.

“Iya… Gue pernah liat sekali… Waktu siang-siang, pintu kamar mereka kebuka sedikit… Ya udah gue tonton sampe kelar deh… Hehehe…” jawab gue.

Kak Dinda mencubit pelan lengan gue “Kakak juga pernah denger sih waktu mereka maen di kamar mandi… Suara Mama sampe ngejerit-jerit loh…! Tapi itu udah lama banget… Waktu masih SMP…” cerita kakak gue.

Kami pun tertawa bersama namun tidak terlalu keras. Akhirnya Kak Dinda mau membuka celananya. Kemudian baju dan bra, sehingga kini hanya menyisakan celana dalam warna putih. Tapi Kak Dinda meminta gue untuk mengunci pintu kamar dulu.

“Janji lu Dit jangan entot kakak… Nggak boleh…!” ujar Kak Dinda mengingatkan.

Aku lalu mengangguk tanda menyanggupi. Maka dengan tidak sabar mulailah aku beraksi menikmati tubuh kakak gue sendiri. Mulai dari menindih, menciumi leher hingga menjilati payudara montoknya. Sementara kontolku terus bergerak menggesekan ke bagian-bagian tubuhnya supaya gue orgasme.

“Ooooh… Kakaaaak…!!” aku mendesah menikmati gesekan kontolku.

Hal yang paling mengagetkan adalah ketika gue terus menggesek dan menghisap payudaranya, Kak Dinda mendesis sambil menyebut nama pacarnya. Gue sempat terhenti sesaat, namun tidak lama, karena birahi gue yang terus bergolak.

Hingga pada akhirnya sperma gue muncrat dan berceceran di celana dalam serta perut Kak Dinda yang mulus dan rata.

“Udah keluar nih Kak…” kata gue sambil tersenyum senang.

Untuk membersihkan sperma yang tumpah dimana-mana, terpaksa kaos gue yang jadi tumbalnya.

“Gila lu Dit…! Banyak banget…” Kak Dinda memperhatikan celana dalamnya yang di lumuri sperma.

Akhirnya dia lalu membuka celana dalam tersebut. Tentu saja kini Kak Dinda telanjang bulat di hadapanku. Aku sempat terpaku pada memeknya yang tidak ditumbuhi jembut sama sekali. Pasti karena Kak Dinda mencukurnya dengan rutin. Sungguh luar biasa Dinda seperti nama kakakku. Tubuh polosnya benar-benar sangat seksi. Jauh lebih menarik daripada cewek-cewek bule pemeran film bokep atau gambar cewek telanjang yang pernah gue lihat.

“Gara-gara lu nih Dit… Bikin repot aja…” gumamnya.

Setelah itu dia membantingkan lagi tubuhnya di kasur dalam posisi telentang. Tangannya meraih tangan gue, kemudian membimbing jari-jari gue untuk meraih memeknya. Tanpa diduga dia memainkan jari tengahku pada bibir memeknya, serta sesekali mengarahkannya ke klitoris. Ketika gerakan jari gue berjalan sendiri tanpa perlu dituntun, Kak Dinda melepaskan pegangannya.

Kedua tangan Kak Dinda meremas-remas payudaranya sendiri, sementara jari-jari gue terus bekerja pada memeknya.

“Ohhhh… Teruuuus Dit… Te-teruuuus…!! Iyaaa gituuu… Lagiiiii… Enaaaak bangeeeet…!!!” ceracau kakakku.

Benar-benar pemandangan panas yang tidak pernah gue bayangkan sebelumnya. Apalagi ketika Kak Dinda memainkan lidahnya seakan memberi petunjuk agar gue menjilati memeknya. Tanpa pikir panjang gue mulai mengganti peran jari tangan ini dengan lidah untuk segera menjilat-jilat organ tubuh paling sensitifnya. Namun sebelum itu, gue sempat kaget ketika jari yang baru saja menari-nari di memek kakak gue sudah berubah bentuknya. Jari gue terlihat seperti melepuh, layaknya sedang kepanasan. Misteri jari yang di masukan ke memek hingga melepuh itu sampai kini masih membuat tanda tanya besar.

Karena ternyata bukan hanya pada memek kakak gue, di lain waktu juga terjadi hal yang sama ketika melakukan kepada memek cewek gue.

“Ouuughhhh… Faaaan…!! Aaahhh… Nikmaaaat… Nggghhhh…!!” kakak gue menjerit-jerit keenakan.

Setelah beberapa menit, Kak Dinda akhirnya bisa mencapai orgsme dengan lidah gue “Ouuuuhhh… Oooooohhh… Enngh… Eeenngh… Kakak sampeeee Dit…”

Gue yang sudah sejak tadi terangsang, langsung menindihnya lagi. Kemudian menggesek-gesekkan kontol gue ke memeknya. Kak Dinda sempat mengingatkan kembali agar gue tidak memasukan kontol gue ke dalam memeknya. Memang aku sempat berpikiran untuk tidak menghiraukan perkataannya, namun yang seperti ini juga sudah cukup enak. Namun tetap saja kadang-kadang birahi ini sulit untuk dikendalikan. Bahkan hampir saja kepala kontolku masuk ketika gue melakukan gerakan mendorong.

“Bentar dulu Dit…” kata Kak Dinda yang kemudian merubah posisinya menjadi posisi duduk.

Gue hanya menatapnya dengan tatapan tidak rela karena harus kehilangan kenikmatan yang dari tadi sedang gue rasakan.

Ternyata kesabaran gue berbuah manis. Karena saat itu perbuatan kami semakin panas saja ketika Kak Dinda ingin menyepong kontol gue sambil tangan gue mulai bekerja di kedua payudaranya. Sungguh terasa nikmat sekali ketika kontol gue dihisap seperti sekarang. Apalagi kenyataan bahwa yang melakukan adalah cewek cantik yang merupakan kakak kandung gue sendiri.

Gue semakin menerawang kemudian memejamkan mata karena inilah kenikmatan yang belum pernah gue rasakan sebelumnya.

“Kaaak…!! Enaknyaaaa…!!” kata gue sambil menikmati dorongan hebat pada kontol gue ini.

Saat Kak Dinda sedang mengulum dan menyedot-nyedot kemaluan gue, dia mulai mengeluarkan suara-suara erotis diantara keluar dan masuknya kontol ini ke dalam mulutnya. Saat gue kembali membuka mata, gue melihat tangan kirinya meremas-remas payudaranya. Tidak heran badannya ikut bergetar saat mengulum kontol gue.

“Sluuurrrp… Hmmmm…” terdengar suara desahan Kak Dinda yang sungguh merangsang.

Ketika kontol gue sudah tidak tahan menerima rangsangan, gue sempat memberi tanda karena sperma di dalam akan segera keluar. Kak Dinda mengerti dan melepaskan hisapannya. Dia lalu telentang dan membuka lebar-lebar memeknya.

Belahan memek berwarna merah muda itu sepertinya sudah siap menerima rudal gue.

Namun hal tersebut harus gue urungkan karena Kak Dinda kemudian berkata “Tumpahin di sini Dit… Jangan dimasukin yah…”

Setengah tidak rela, gue pun paham dengan maksudnya. Maka ketika gue orgasme gue menyemprotkan sperma tersebut ke arah memeknya.

“Aaaah…!! Kak Indaaaaah… Oooooh…” aku meneriakkan namanya ketika sperma gue keluar dalam jumlah yang tidak dapat dibilang sedikit.

Sebagian bahkan ikut masuk ke dalam daging merah dan sisanya lagi mengotori sekitar perut Kak Dinda.

Gue dan Kak Dinda lalu saling berperlukan, hingga akhirnya dia tidur di kamar gue tanpa ada kecurigaan dari orangtua kami. Begitulah kisah malam yang panas dengan kakak gue sendiri. Sejak saat itu, gue dan kak Dinda jadi semakin abrab. Bahkan Kak Dinda secara terus terang bercerita bahwa dirinya sudah sering ngentot dengan pacarnya, namun tentu saja dia tidak membolehkan gue sebagai adiknya melakukan hal yang sama.

Kami berdua tetap sering mengadakan acara mesum seperti malam tersebut, Terutama ketika Kak Dinda sedang meminta bantuan. Gue mengajukan syarat agar upahnya berupa pelayanan birahi. Tapi gue tetap tidak sampe memasukan kontol ke dalam memeknya.

Hingga pada suatu malam, gue yang sedang terangsang berniat sekali akan melakukan perbuatan mesum dengan Kak Dinda. Tapi gue dongkol karena Ketika Kak Dinda pulang ke rumah malah membawa temannya, bahkan kakak gue berkata bahwa dia akan menginap disini. Namanya adalah Santi, yang merupakan teman kuliahnya. Santi memang merupakan teman baik Kak Dinda. Sudah sangat sering dia maen ke rumah, makanya gue sebenarnya sudah cukup akrab dengannya.

Karena niat gue terganggu dengan keberadaan Santi, maka sambil cemberut gue menonton TV tanpa ada niat mengobrol dengan mereka. Jika Kak Dinda dan Santi bertanya, maka gue males-malesan menjawabnya. Martabak telor yang di bawa oleh kakak gue pun tidah selera untuk disantap. Kak Dinda malah senyum-senyum saja melihat kelakuan gue begini sambil melahap martabak bawaannya.

“Adik lu jutek banget sih Ndah?” tanya Santi yang tidak mengerti dengan kelakuan gue yang berubah 180 derajat.

“Tau tuh… Salah makan kali…” canda kakak gue yang sepertinya sudah paham dengan aksi gue ini.

“Apa mungkin sakit Ndah? Liat aja tuh mukanya sampe pucet kayak gitu…” lanjut Santi yang masih penasaran.

“Hah? Burungnya kali yang sakit… Hehehe…” Kak Dinda tertawa yang kemudian juga diikuti dengan ejekan Santi kepada gue.

Jadilah kedua cewek cantik itu menggoda gue terus-menerus. Mereka saling melempar kata dengan obyek penderitanya adalah gue yang sedang horny berat!

“Gue mau pipis dulu ya…” kata Santi kemudian pergi ke belakang.

Dia memang sudah tidak asing lagi dengan rumah ini. Jadi tidak perlu minta diantar seperti layaknya tamu baru.

“Kakak ngapain sih bawa santi nginep segala?” tanya gue ketika Santi sudah menghilang.

“Lah? Emang kenapa sih?” jawab Kak Dinda dengan enteng.

Gue terus memarahi Kak Dinda, sementara kakak gue tidak begitu peduli. Dia malah cengar–cengir saja menanggapinya. Bener juga memang, tidak ada salahnya teman-temannya pada menginap. Yang jadi masalahnya sekarang gue sedang ingin sekali berbuat mesum sama Kak Dinda.

“Ndah… Pinjem kaos buat tidur dong… Sekalian celana pendeknya…” ujar Santi dari belakang.

Gue dibuat kaget setengah mati karena ketika Santi berjalan, dia tidak mengenakan sehelai benang pun alias telanjang bulat! Pakaian yang dia kenakan semula kini sudah berada di dalam genggaman tangannya. Tubuh Santi sungguh terlihat bagus. Sudah langsing, payudara besar menggantung hingga kulit yang putih.

“Udah lu tidur telanjang aja kayak gitu Sant…” kata Kak Dinda asal.

“Tuh… Si Radit aja doyan ngeliatin lu terus… Hehehe…” ledek Kak Dinda sambil melihat ke arah gue yang masih terpaku dengan tubuh Santi.

Gue yang tersadar segera mengalihkan pandangan ketika mendengar ucapan Kak Dinda seperti itu.

Lagi-lagi kedua cewek itu cekikian menggoda gue. Langsung saja gue pura-pura menonton TV saja.

Tanpa dapat diduga, tiba-tiba saja Santi mendekati tempat duduk gue.

“Gue tidur di kamar lu aja ya Dit…” ujar Santi pelan.

Santi lalu duduk di pangkuan gue. Dia kini menciumi wajah serta leher gue. Payudaranya yang tidak kalah besar dengan Kak Dinda, mulai digesek-gesekkan ke dada gue. Tentu saja kelakuannya membuat gue terangsang berat. Namun gue tetap berlagak jual mahal.

“Daripada nonton TV nggak jelas kayak gitu, mendingan main sama gue deh…” lanjutnya lagi yang kali ini berhasil mengalihkan perhatian gue.

Santi mendekati telinga gue lalu berbisik “Gue udah tahu semua kelakuan lu sama si Dinda… Makanya gue juga mau ikutan…”

Karena masih belum percaya begitu saja, gue langsung melirik ke arah Kak Dinda yang sedang tersenyum-senyum penuh arti. Tidak lama Santi membuka kaos oblong gue. Kemudian dibangunkannya gue dari kursi.

Setelahnya, dia mulai membuka celana gue hingga bugil seluruhnya.

“Kontol adik lu udah keras banget… Lumayan panjang juga yah buat anak seumuran dia… Pantesan aja lu doyan Ndah…” ujar Santi kepada kakak gue yang tanpa banyak basa-basi lagi langsung mengulum kontol di depannya.

“Ssssh… Aggghh… Aaaaghh…!!” gue mendesis nikmat.

Hingga pada akhirnya gue pun larut dalam permainan Santi.

“Ajak gue ke kamar lu Dit… Gue lagi pengen banget ngentot nih…” bisik santi.

Dengan tidak sabar gue lalu menggirjng Santi ke kamar. Sesampainya di sana, gue terus diserang bertubi-tubi oleh Santi di atas kasur. Ketika Santi ingin memasukan kontol gue ke memeknya, tiba-tiba Kak Dinda masuk.

“Eh… Tunggu…! Dasar udah pada gatel lu pada…” teriak kakak gue.

“Ganggu aja lu Ndah…! Gue udah berapa bulan nih nggak ngentot… Lah kalo lu baru juga berapa jam yang lalu ngentot ama cowok lu…” protes Santi kepada kakak gue.

Kak Dinda hanya nyengir kuda. Dasar memang nih gue punya kakak model kayak begini.

“Oke… Gue paham deh… Sebenernya gini loh Dit… Kak Dinda sengaja bawa Santi supaya lu bisa ngerasain yang namanya ngentot… Lagipula biar kita berdua nggak ngelakuin hal yang kayak dulu lagi… Gue takut aja ketauan sama Mama dan Papa…” terang Kak Dinda panjang.

Lalu kakak gue melanjutkan kalau gue sekarang belum bisa berjanji, maka acara ini akan dibatalkan. Dengan berat hati gue menyetujuinya. Lagipula gue kan pengen ngerasaain yang namanya ngentot memek cewek. Karena Kak Dinda juga tidak pernah memberikan memeknya dimasuki oleh kontol gue.

Begitulah, ahirnya gue dan Santi ngentot di kamar ini. Sementara itu Kak Dinda hanya jadi penonton saja sambil sesekali meremas payudaranya.

Santi terlihat sangat berpengalaman. Entah sudah berapa banyak jam terbangnya, hingga dia begitu mahir memuaskan nafsu birahi gue. Dalam permainan itu gue dan Santi masing-masing bisa orgasme hingga dua kali. Sebelum akhirnya istirahat makan dan menonton TV lagi.

Ketika jam sudah menunjukkan pukul 1 malam, Kak Dinda terlihat mengantuk. Dia pun pamit untuk pergi tidur ke kamarnya. Beberapa saat kemudian gue yang sudah datang lagi birahinya, mengajak santi untuk menutup malam dengan satu permainan lagi. Namun ternyata Santi punya rencana lain. Dia ingin melakukan bertiga bersama Kak Dinda.

Gue pun tentu saja setuju dengan niatnya. Santi kemudian mengeluarkan selembar dasi almamater dari dalam tas. Kami pun masuk ke dalam kamar kakak gue dalam keadaan bugil. Di dalam kamar, Kak Dinda ternyata sudah tidur dengan pulas.

“Liat kakak lu tuh kecapean… Berapa ronde tadi siang dia ngentot ama pacarnya…” kata Santi pelan supaya tidak membuat kakak gue terbangun.

Gue diarahkan santi untuk memegang tangan kak Dinda. Dengan beberapa gerakan saja tangan kak Dinda sudah teringat ke atas dengan dasi. Kak Dinda terbangun dan kaget melihat tangannya sudah terikat.

“Hei…!! Apa-apan sih nih? Santi…! Radit…! Lepasin gue dong…!” teriak Kak Dinda sambil berusaha membuka ikatan pada tangannya.

“Udah deh… Nikmatin aja Ndah… Gue pengen buat lu orgasme…” jawab Santi dengan tenangnya.

“Ayo Dit kita mulai kerjain kakak lu…” lanjutnya sambil mengedipkan sebelah matanya.

Santi melepas bagian bawah pakaian Kak Dinda. Celana pendek dan celana dalamnya dilemparkan jauh-jauh. Sementara itu gue kebagian melepas kaos ketat dan bra milik Kak Dinda. Tubuh kakak gue yang sudah telanjang bulat serta dalam keadaan terikat tidak berdaya sungguh terlihat sangat menggoda bagi siapapun yang menyaksikannya.

“Wow… Memek lu bagus banget Ndah…! Pantesan aja cowok lu demen banget ngentot…” puji Santi.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Santi langsung menjilati memek Kak Dinda. Sementara gue dapat bagian payudaranya. Sesekali kami saling bertukar posisi menggarap Kak Dinda. Diam-diam ternyata kakak gue juga ikut menikmati. Apalagi ketika Santi memberikan memeknya ke arah wajah Kak Dinda, denga sangat rakus dia menjilatinya. Begitu juga ketika gue menyuguhkan kontol gue, Kak Dinda juga tidak menolak. Kakak gue yang cantik itu akhirnya mencapai orgasme dengan jilatan lidah santi pada memeknya.

Ikatan dasi Santi kemudian dilepas ketika permainan kami bertiga semakin panas, dan tidak ada lagi penolakan dari kakak gue. Santi kemudian menyusul mencapai orgasme dengan jilatan lidah Kak Dinda. Sementara itu gue juga telah mencapai klimaks di dalam memek Santi.

nikmati. Apalagi ketika Santi memberikan memeknya ke arah wajah Kak Dinda, denga sangat rakus dia menjilatinya. Begitu juga ketika gue menyuguhkan kontol gue, Kak Dinda juga tidak menolak. Kakak gue yang cantik itu akhirnya mencapai orgasme dengan jilatan lidah santi pada memeknya.

One thought on “Kakak Kandung Yang Menggoda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *