
Tidur Seranjang dengan Menantuku di Kapal
Gairah Dewasa – Melihat berita di TV tentang pulangnya para TKI dari Malaysia dengan kapal-kapal besar, aku jadi teringat kisahku yang juga terjadi di kapal besar semacam itu. Sekitar lima tahun lalu aku mendapat telegram dari anak perempuanku yang hendak melahirkan anak pertamanya sebulan lagi.
Baca Juga Cerita Lainnya : Menikmati Gairah Ibu Mertua
“Johan! Apa-apaan ini? Aku ibu mertuamu, Jo!” Ucapku setengah berteriak takut terdengar kamar sebelah sambil tanganku menolakkan dada telanjangnya.
“Ugh, maaf bu, kukira tadi aku tidur dengan istriku. Sudah hampir sebulan aku puasa, bu?”
“Iya, tapi jangan dilampiaskan ke aku dong,” kataku jengkel sambil menepis tangannya yang nakal. Sementara selangkanganku tak berkutik terpaksa menerima dan merasakan tekanan penisnya yang terbalut celana dalam.
“Ak.. aku cuma ingin memeluk-meluk saja kok, bu. Tidak sampai itu?” jawabnya polos.
“Aku kuatir kamu lupa diri” lalu memperkosaku?” belaku sambil berusaha menyingkirkan pahanya tapi tenagaku tak cukup kuat.
“Sumpah, bu. Aku cuma ingin memeluk-meluk saja dan tidak bakalan memperkosa. Kalau aku mau pasti dari tadi celana dalamku dan ibu sudah kulepas?” balasnya.
Aku berhenti berontak sambil memikirkan kata-katanya. Benarkah ini terjadi hanya karena dia sedang bernafsu setelah sebulan tidak ketemu istrinya.Egh.. ugh, kini bukan hanya remasan, tapi malah gigitan kecil yang terasa di putting kananku yang masih tertutup daster. Puting kiriku terasa dipelintir kecil. Greeeng, kurasakan nikmat sesaat. Sudah lama aku tak merasakan kenikmatan ini. Ada keinginan untuk berontak namun ada juga dorongan untuk menikmati kemesraan ini.
“Benar ya, Jo. Janji, tidak boleh copot celana dalam?” tantangku.
“Iya, bu, aku janji tidak akan mencopot celana dalam kita?”
Hshhh…. hsshh…. perlahan aku semakin menikmati cumbuannya. Rasanya ingin mengulang kenikmatan saat suamiku masih ada. Meski agak canggung, pelan-pelan tanganku malah memeluk punggung Johan yang menaikkan posisinya hingga kepala kami sejajar. Ia mulai mengecup-ngecup wajahku. Aku berusaha melengos tapi tangannya sudah memegang kedua pipiku dan bibirnya mendarat di bibirku. Ufh… bibirku disedotnya, lidahnya memasuki mulutku. Mula-mula aku pasif, tapi lama-lama ikut aktif juga bersilat lidah. Kami saling sedot dan isep lidah dan bibir.
“Bu, dasternya dilepas saja ya,” mendadak Johan berkata setelah kami lelah berciuman.
“Ingat janjimu, Jo..” kataku.
“Aku kan janji tidak melepas celana dalam kan, bu?” jawabnya sambil perlahan tangannya menari k dasterku ke atas. Entah kenapa aku tak mampu menolak dan hanya pasrah ketika daster itu dilempar entah kemana, dan kami tinggal berbalut cd. Yang kulakukan kemudian hanya memejamkan mata ketika tubuh kekar itu memelukiku, menghisapi susuku kiri kanan dan menekan-nekan selangkanganku, menjilati sekujur tubuh. Aku menggelinjang kenikmatan sambil mempererat pelukanku di punggungnya. Oooh… aku malah terlena. Tubuh kami basah mandi keringat.
Pantatku mendadak terangkat ketika salah stau jari Johan mengelus bibir vaginaku yang masih tertutup cd.
“Jo, jangan?”
“Aku hanya mengelus dari luar kok, bu?”
“Nanti aku jadi terangsang, Jo?”
“Nggak apa-apa kan, bu. Saat ini kita saling memuaskan saja deh, bu. Aku akan bikin ibu orgasme tanpa membuka cd ibu?”
Benar saja, sejurus kemudian sensasi hebat kurasakan ketika gesekan dan pijatan jemari Johan di bawah perutku semakin liar. Aku segera merasa ada sesuatu yang mengalir keluar dari vaginaku.
“Ibu sudah basah ya?” Tanya Johan nakal. Aku jadi malu dan pilih diam saja sambil terus menikmati rabaan gila itu. Ya, aku memang sudah hampir orgasme dan Johan tahu itu. Serta merta ia memutar posisi tubuhnya hingga mulutnya dapat menjilati cd di bagian selangkanganku. Kakiku dinaikkannya dan tubuhku agak diseret turun, sementara bagian cd-nya tepat di depan wajahku.
Uh… uh… sambil memegang kedua pahaku Johan memainkan lidahnya sedemikian hebat. Menjilati paha, perut lalu semakin turun hingga tepat di bibir vaginaku. Ia tak canggung menggigit-gigit cd ku dan menekannya dengan lidah sehingga masuk.. Aku semakin basah. Banjir. “Ooh… Jo… Jo..” Aku mulai mengejan berkejat-kejat, menumpahkan semuanya sampai merembesi cd dan Johan menghisapinya kuat.
Tangan kananku dipegang Johan dan ditaruhnya di gelembung cd-nya yang berisi penis tegang itu. Tanganku diremas-remaskannya di benda tumpul lunak-keras yang panjangnya sekitar 17 cm itu. Aku yang semula canggung jadi makin terbiasa, malah akhirnya terbawa nafsu untuk menciuminya meski dari luar cd. Johan mendesis ketika barangnya kujilat dan kukocok-kocok dari luar.
“Ak… aku mau keluar juga, bu?” erangnya ketika tanganku bergerak lebih kuat dan sekejap kemudian kurasakan penisnya menekan kuat bergetar-getar memuncratkan isinya di dalam cd. Barang itu terus kuperas habis sampai akhirnya melemas dan tubuh Johan menggelosoh kecapaian dan dagunya diletakkan di vaginaku. Satu sama! Dia ejakulasi sekali, aku juga orgasme sekali.
“Cape ya, bu?” tanyanya sambil memelukku. Dengan manja aku menyorongkan kepala ke dadanya yang berbulu. Tangannya segera meremas susuku lagi.
“Sudah dulu, Jo?” bisikku sambil menghentikan remasannya.
“Berarti nanti lagi ya, bu?” Aku tak menjawab dan cuma memberinya remasan kecil dipenisnya yang telah mengecil. Oh, nikmatnya seks….
“Ini jam berapa, Jo?”
“Paling masih sekitar jam 12 malam, bu. Masih dua hari lagi kita sampai. Aku akan puasi ibu selama dua hari ini. Kita tidak perlu keluar kamar?”
Gila, pikirku! Selama 2 hari 2 malam main seks dengan Johan? Apa aku bisa tahan untuk tidak melepas celana dalam? Mungkin aku masih tahan, tapi Johan? Namanya juga laki-laki, kalau nafsunya naik pasti main paksa. Bagaimana kalau aku jadi hamil? Sudah lama aku tak minum pil KB lagi. Aku merinding manakala membayangkan dihamili Johan. Tapi aku tak mau lepas juga dari pelukannya. Tak peduli tubuh kami bersimbah keringat dan seprei ranjang acak-acakan.
Malam pertama itu kami ulangi tiga kali lagi pergumulan nikmat itu. Beruntung malam itu kami masih kuat bertahan tak lepas cd, meski cd yang kami pakai sudah kuyup terkena air mani berkali-kali. Kami tak dengar lagi bel makan pagi karena saat itu masih terlelap. Bangun sekitar jam 10 siang kudapati tubuh kami masih berpelukan. Susuku yang berbeha nomor 36 menempel lekat di dadanya. Cahaya remang-remang dari jendela kaca membuat wajahku memanas, malu. Kalau semalam kami tak saling melihat wajah karena gelap aku masih bisa menahan malu, maka siang ini kami harus bertatap muka.
Kuperhatikan Johan yang terpejam. Gila! Tubuhnya benar-benar seperti Johan dalam pewayangan. Besar, kekar agak hitam dengan rambut di dadanya. Dadaku berdesir setiap kali rambut itu menerpa putingku. Perlahan kulepaskan diriku dari pelukannya dan dia kudorong sampai telentang. Tonjolan di balik cd-nya dan helai-helai rambut yang mencuat dari cd itu menjanjikan suatu kenikmatan yang… ah, mestinya tak boleh kubayangkan. Dan beruntung memang semalam aku belum merasakannya kecuali dari luar cd. Aku tak bisa membayangkan barang itu menusukku. Perlahan aku menuruni ranjang.
“Mau kemana, bu?” Mendadak Johan terbangun dan menarik tubuhku kembali dalam pelukannya.
“Mau mandi, Jo,” jawabku.
“Nanti sajalah, bu, agak sore saja. Hari ini aku mau kita di ranjang ini saja. Kalau ibu lapar bisa makan roti yang sudah kubeli.” Aku tak berdaya ketika Johan menggulingkan tubuhku kembali ke ranjang. Menelentangkanku lalu memanjat dan menunggangikuku lagi. Ufhh… lagi-lagi tetek montokku jadi bulan-bulanan mulutnya, demikian pula tekanan-tekanan pada vaginaku membuat pahaku semakin terkangkang lebar. Sedikit demi sedikit gairahku meletup lagi, terlebih setelah merasakan tonjolan zakar Johan menggesek-gesekku dengan ketat.
“Jo, lama-lama aku nggak kuat kalau dirangsang begini terus?” bisikku.
“Kalau nggak kuat ya tinggal dikeluarin saja to, bu,” jawabnya sambil mencucup putingku dan menyedotnya.
“Maksudku, aku takut nanti jadi kepingin buka cd…. egghh….. jangan keras-keras, Jo?” desahku. Johan mengurangi tekanan di vaginaku.
“Aku kan sudah janji tak akan buka cd ibu. Tapi kalau ibu dengan sukarela buka sendiri ya bukan salahku lho…. hehehe?” guraunya sambi mencium bibirku.
“Untuk variasi, coba deh ibu di atas…. tolong diisepin tetekku dong, bu?” pintanya manja. Aku mandah saja ketika ia memelukku lalu menggulingkan tubuhnya hingga telentang dan aku menindihnya. Dibimbingnya kepalaku ke putingnya. Pelan kujilat-jilat lalu kuisap.
“Yang kuat, bu?”erangnya sementara tangannya bergerak turun ke arah pantatku. Meremas dan menekan-nekannya sambil mengayun zakarnya ke atas sehingga bertemu dengan vaginaku meski masih terbungkus cd. Sejenak kemudian pahaku dibukanya dengan dua tangan lalu tangan itu mulai mengobok-obok daerah sensitifku itu. Sebentar saja aku kembali basah.
“Jo, oh Jo.. aku mau keluar,” desisku tak tahan. Namun Johan mendadak menghentikan gerakan tangannya sehingga aku blingsatan.
“Teruskan, Jo,” pintaku sambil meletakkan tangannya di memekku lagi, tapi ia tetap diam.
“Jangan buru-buru, bu. Makin lama makin nikmat kan?” godanya membuatku tak sabar. Nafsuku yang sudah di ubun-ubun minta penuntasan segera tapi Johan sengaja menggodaku. Entah dapat kekuatan dari mana tiba-tiba aku jadi beringas. Kududuki perut Johan lalu kuambil tangan kanannya, kupilih telunjuknya lalu kubawa ke arah vaginaku. Kusisipkan jari itu di sela-sela cd ku dan segera kumasuk kan ke liang vagina.
“Jo, tolong kau puasi aku dengan jarimu…. Aku nggak tahan lagi?” Kutusuk-tusukkan jari Johan dalam-dalam. Dan setelah kurasakan ia mulai menggerakkan jarinya keluar masuk, aku lalu meneletangkan tubuh ke belakang, sampai kepalaku bertumpu pada pahanya. Ugh… egh… kunikmati kocokan jari Johan di vulvaku. Kurasakan cairanku menderas. Mataku membeliak menikmati surga dunia itu. Gilanya, kemudian aku merasa pahaku ditarik ke atas dan sekarang bukan lagi jari Johan, melainkan lidahnya yang yang menusuk-nusuk memasuki vaginaku. Ia memang tidak membuka cd-ku, hanya menyibakkan bagian bawahnya lebar-lebar.
“Seeer… cret…. suuur?” aku sampai ke klimaks. Pantatku berkejat-kejat mengejan gemetaran dan Johan menelan semua maniku sampai aku lemas. Ia terus menyedot dan menjilat-jilat. Sungguh edan! Tubuhku terjelepak di pahanya dengan nafas ngos-ngosan. Namun kurasakan jemari Johan menggantikan lidahnya menusuki lubang memekku. Tidak hanya satu jari, tapi 2 kadang 3 jari masuk bareng!
“Cukup, Jo..” pintaku.
“Belum, bu,” jawabnya sambil terus merangsang klitorisku, “wanita biasanya bisa mencapai orgasme berkali-kali. Aku mau buktikan itu,” katanya.
Tak menunggu lama, ucapan Johan terbukti. Syahwatku memuncak lagi dan cairanku mengucur lagi. Johan mengerjaiku dengan cara itu sampai aku empat kali orgasme. Apa ia juga melakukan hal ini pada istrinya, anakku?
“Nah, sekarang terbukti aku lebih kuat kan, bu. Aku belum sekalipun buka cd tapi ibu malah memaksaku mengocok vagina ibu?”
“Aku benar-benar tak kuat, Jo. Sudah bertahun-tahun aku tak pernah merasakan kenikmatan dan sekarang kamu merangsangnya terus sejak semalaman. Siapa bisa tahan?”
“Apa itu berarti ibu tidak mau pakai cd lagi?”
“Aku tetap pakai dan kamu juga. Aku takut hamil?”
Setelah empat kali orgasme berturut-turut, tulang-tulangku seperti dilolosi. Pelan kugeser tubuhku turun dari ranjang mengambil cd baru dari tas lalu tanpa sungkan kupakai di depan Johan.
“Kamu juga harus ganti cd baru, Jo, kan sudah bau bekas sperma kemarin kan..”
`”Iya, iya, bu” sekalian aja nanti waktu mandi. Sekarang aku ingin ibu ganti memuaskanku?”
Tangan Johan menggapaiku dan mendudukkan pantatku tepat di atas zakarnya. Kugoyang-goyang pantatku sampai Johan mendesis-desis sambil meremasi tetekku. Kupercepat rangsanganku pakai tangan. Kugenggam zakar di balik cd itu dan kukocok-kocok sampai 15 menit barulah kemudian Johan memelukku erat-erat sambil menyemburkan sperma di dalam cd nya. Setelah habis kuperas, ia memelukku dan menggulirkan tubuh kami ke ranjang. Kami terdiam. Kudengar nafasnya agak memburu. Kami benar-benar capai berpacu dalam birahi.
Bel makan siang berbunyi tapi kami tetap tak beranjak keluar kamar. Kami hanya makan roti dan minum minuman kaleng yang dibeli Johan, entah apa tapi rasanya agak hangat di badan. Selama ini kami masih bertahan pakai cd.
“Aku akan berusaha sampai ibu buka cd sendiri,” tekadnya sambil mengecup dan menggigit-gigit telingaku, mengecupi wajahku, menciumi bibirku, menjilati dagu, leher, dada, menyedoti tetekku kiri-kanan, turun terus sampai aku menggelinjang ketika lidahnya sampai di perutku, pusar dan terus turun. Menyelip-nyelip di cd di daerah selangkanganku. Menyentuh-nyentuh lubang vagina, menerobos sampai klitorisku dapat diemut dan dimainkan dengan lidahnya.
Uuffgghh…. kurasakan nikmat mengalir dari selangkangan sampai ke kepalaku. Kutekan kepala Johan keras-keras. “Aa…. aku nggak kuat, Jo… hsshh…. hsshhh.. enaaak banget…. nikmaaat?” tanpa sadar tanganku beralih ke cdku dan cepat melepasnya. Johan membantuku melepas cd itu setelah melewati paha. Kini aku bugil gil dengan paha ngangkang dijilati menantuku! Suur… cret….cret…. aku orgasme lagi dengan paha ngangkang berkejat-kejat. Mungkin ini yang ke-10 kali sejak kemarin. Dan lagi-lagi Johan melahapnya dengan ganas, menyedot, mengisapku sampai kering.
“Terbukti, kan, ibu sudah buka cd sendiri,” bisiknya sambil menaikiku lagi hingga bibirnya mencapai bibirku dan selangkangannya menekan vaginaku. “Sekarang ibu akan kupaksa membuka cdku juga?” desisnya sambil menekan-nekan dan memutar-mutar tonjolan cdnya ke vaginaku. Batang besar yang tercetak di cd itu sekarang masuk memanjang di bibir vaginaku. Digesekkannya naik turun membangkitkan birahiku lagi. Remasan di tetekku dan mungkin pengaruh minuman kaleng tadi mempercepat syahwatku naik lagi.
“Ja….jangan, Jo. Jangan perkosa aku…. nanti hamil?” erangku sambil memelukkan pahaku ke pahanya dan tanganku ke punggungnya, tak kuat merasakan rangsangan yang melanda.
“Tidak, bu…. tapi ibu sendiri yang bakal minta kuperkosa. Ibu ingin zakarku masuk ke memek ibu, kan?”
“Jang…. jangan, BJoim….. eegghhh?” aku harus mengejan lagi hendak mengeluarkan mani. Namun mendadak Johan berbalik dan membuat posisi 69. Lidahnya kini bebas memasuki vaginaku tanpa halangan cd, sedangkan tonjolan besar zakarnya tepat di depan wajahku yang mau tak mau terpaksa kupegang supaya tidak menekan wajahku terlalu kuat. Berdenyut-denyut benda tumpul kenyal itu di genggamanku. Kukocok-kocok dan, karena ukuran cdnya yang kecil, membuat kepala zakar itu sekarang muncul di perutnya.
“Jilat, bu…. isep….” pintanya sambil mengarahkan tonjolan itu ke mulutku. Aku yang sudah tak mampu berpikir jernih perlahan tapi pasti menuruti permintaan gilanya yang belum pernah kulakukan pada suamiku sekalipun. Ufh.. kukulum-kulum kecil ujung penisnya dan membuat benda panjang itu semakin keluar dari cd, seperti ular. Kupegang batang ular itu sementara kepalanya masuk ke mulutku semakin dalam. Semakin dalam dan semakin bergelenyar, berkejut-kejut di mulutku. Agar lebih leluasa, cdnya semakin kuturunkan dan sekejap kemudian tanpa sadar cd itu sudah kulepas dari pahanya!
Lagi-lagi Johan membuktikan keampuhan rangsangannya pada tubuhku. Kocokan zakarnya di mulutku semakin cepat, cepat dan craaat croot crooot! Spermanya kontan memenuhi mulutku, ada yang tertelan, ada yang meleleh keluar dari bibirku. Sementara bibir bawahku pun memancarkan maninya lagi bertubi-tubi…. disambut oleh mulut Johan yang menampungnya sampai tuntas. Tuntas tas, sampai kami berdua terjelepak kecapaiannya di ranjang. Gemuruh dada dan sengal-sengal nafas kami memenuhi udara kamar mesum itu.
“Thanks ya bu. Ibu sudah buka cdku, berarti aku boleh melakukan apa saja dengan penisku pada ibu kan?” tanyanya menggodaku.
“Ta…tapi jangan kau hamili aku, Jo?”
“Memang ibu masih bisa hamil?”
“Masih, Jo…. meski sudah 45 tahun aku masih mens?”
“Ya, nanti kita atur sajalah, bu…. yang penting aku boleh masukkan penis ke sini kan?” rajuknya sambil mengelus vaginaku dan membawa tanganku memegang penisnya.
“Tap…. tapi pelan-pelan saja ya Jo dan jangan dikeluarkan di dalam?” akhirnya aku memenuhi desakan nafsunya.
“Thanks, bu,” katanya lagi sambil mengecupku dan menunggangiku lagi. Mengangkangkan pahaku lagi lalu memacuku. Bagai joki tak kenal lelah. Aku pun rela jadi kuda pacu lagi. Terlebih setelah merasakan barang panjang itu berkembang lagi bergerak-gerak di selangkanganku. Menusuk-nusuk mencari jalan masuk.
“Jo, egh, Jo…jangan masukkan Jo..” aku masih takut-takut. Tapi Johan tak peduli dan tetap mengarahkan kepala zakarnya ke vaginaku. Menggosok-gosok pintu lubang, menjujut-jujut mau masuk. Kurapatkan paha, tapi tangan Johan cepat membukanya lagi, menekan ke kiri-kanan dan bleess….. zakar panjang itu ambles ke dalam memekku yang licin penuh lendir mani.
“Jo, gila kamu!” Badanku melenting ke atas memeluknya, merasakan sensasi gila di selangkangan. Yah, akhirnya sambil duduk kunikmati kocokan zakar Johan yang memaju-mundurkan pantatku. Sakit, nikmat, nafsu syahwat campur jadi satu.
“Jo…. Jo…. jangan keluarkan di dalam?” aku mengingatkan tapi Johan malah tambah rapat memeluk pantat belakangku dan menggerakkan pantatnya sendiri maju-mundur, keluar masuk.
“Aku mau sampai tuntas, bu..” bisiknya di sela-sela deru nafasnya.
“Aku bisa hamil, Jo!”
“Aku tak percaya.”
“Serius, Jo!”
“Sekarang kita nikmati saja, bu…. hamil urusan nanti.” Gocohannya tambah keras dan aku malah semakin menggigil merasakan nikmat syahwat itu sampai ke ubun-ubun. Ketakutan akan kehamilan pun jadi terlupakan.
Johan mendorongku telentang ke ranjang dan dia lalu jadi joki piawai. Mengolah gerakan pantatnya, zakarnya keluar masuk, naik turun, mencangkul, menusuk, mengobrak-abrik memekku sampai akhirnya dia menekan sangat keras dan crooot… crooot… crooot…. cruuut… cruut…. cret…!! Sperma hangat mengaliri rahimku dan akupun mengejan berkejat-kejat lagi menumpahkan mani. Memeluk punggung dan pahanya erat-erat. Kami mencapai puncak bersamaan. Dan ini kali pertama zakarnya bersarang di vaginaku tanpa bisa kularang karena aku juga menginginkan. Resiko hamil kujadikan urusan belakang.
Kenikmatan itu terus kami reguk setelah mandi dan makan malam. Semalaman lagi kami bergumul memanjakan syahwat hingga terdengar sirene kapal memberitahukan bahwa pelabuhan tujuan sudah kelihatan. Namun untuk mencapai pelabuhan itupun masih perlu waktu dua jam lagi dan itupun terus kami gunakan mereguk madu nafsu di kapal itu. Kami biarkan penumpang lain turun lebih dulu supaya mereka tidak melihat tubuh dan wajah kami yang kusut masai pucat pasi kehabisan mani.
Setelah itu dua bulan aku menemani anakku di Irian Jaya, dan dua bulan itu pula kami secara sembunyi-sembunyi terus berzinah. Demikian pula sewaktu Johan mengantarku pulang ke Jawa Timur, kami memilih naik kapal laut lagi, bahkan kami sempat menginap tiga hari di hotel Surabaya sebelum pulang ke rumah.
Tahun depan, aku berharap Johan mau menjemputku untuk menengok anakku lagi. Setelah merasakan kelelakian Johan, rasanya aku jadi tak kuat “puasa” berlama-lama. Aku tak mau dengan laki-laki lain. Dan kukira aku harus segera sterilisasi untuk mencegah kelahiran anakku sekaligus cucuku.
TAMAT
One thought on “Tidur Seranjang dengan Menantuku di Kapal”